Powered By Blogger

Jumat, 24 Desember 2010

Gloria in Exelcis Deo



Kidung Serafim memecah kesunyian malam padang Efrata

Menyambut kelahiran Sang Penguasa Semesta

Dua milenium berlalu dan semesta tetap bersuka

Merayakan dirgahayu Sang Raja Gereja

Selamat ulang tahun kepada Pemelihara Nebula

Kemuliaan hanya bagi Sang Pelukis Aurora di Kutub Selatan dan Utara

RENUNGAN MALAM NATAL

Adalah seorang pelayan medis bernama dr. X yang menginspirasi tulisan ini. Seorang sejawat senior yang menjadi gambaran ideal dari anggota korps jas putih, walau ia sendiri hampir tidak pernah memakai jubah kebesarannya itu. Seorang rendah hati yang wajar jika hanya diberikan nama samarannya sebagai dr. X. Bahkan X juga bukanlah inisial namanya karena orang seperti beliau pastilah tidak mau diekspos. Namun, inspirasi yang muncul dalam dirinya sangatlah penting untuk menjadi bahan renungan di tengah semarak perayaan natal malam ini.



Ada apa yang dilakukan oleh dr. X? Sebesar apa perannya sehingga dianggap inspirasional? Sesungguhnya masih ada banyak lagi orang-orang seperti ini, tetapi dr. X adalah suatu contoh yang gamblang tanpa metafora yang selangit kiasannya. Merawat orang-orang sakit dari kalangan terpinggirkan dengan tulus, tanpa pamrih. Bukankah itu sudah menjadi bagian pekerjaannya sebagai korps jas putih? Lantas apa keistimewaannya? Seberapa banyak orang seperti beliau ini yang bisa dikategorikan “full time” dalam merawat pasien-pasien kalangan terbawah? Kalangan terbawah bukan sekedar miskin, tetapi golongan yang termiskin di antara yang termiskin?? Tentu bisa dihitung dengan jari karena pekerja sosial pun banyak yang hanya “menyisihkan” waktunya untuk merawat orang-orang seperti ini, tidak “full time” seperti beliau.



Lebih jauh lagi, untuk seorang dr. X, istilah “full time service” yang dilakukannya bahkan bisa ditambahkan dengan istilah “full heart service” karena seumur hidup mata sendiri belum pernah melihat orang yang sebegitu semangat dan bahagianya dalam melayani orang-orang penyakitan yang miskin dan berbau kotoran manusia. Ya, kotoran yang belepotan teroles pada selimut dan tempat-tempat tidur pasien yang dilayaninya. Sungguh seperti bukan manusia, tetapi mereka masih manusia hanya karena miskin dan sakit sehingga tidak bisa mengurusi kebersihan dirinya sendiri. Sebagian adalah orang-orang tua yang sudah hilang ingatannya, sebagian lagi memang pasien gangguan jiwa. Walau sering mendengar pelayan-pelayan sosial seperti ini, biasa hanya didengar atau dilihat dari media. Mimik bahagia biasa akan muncul jika manusia melihat pemandangan indah, megah, dan bersih. Namun, bagi dr. X, mimik seperti ini terpahat di garis wajahnya justru ketika menolong kaum penyakitan di antara yang termiskin.



Dr. X sering mengajak sejawat senior untuk membantunya, dan tentu saja ada yang membantu walau mimik wajahnya tidak sebahagia dr. X tatkala berhadapan dengan pasien dari kalangan termiskin tersebut. Setiap ada pihak lain yang ingin membantu, dr. X menyambutnya seperti menyambut kedatangan orang besar. Ya, manusia pada umumnya menyambut petinggi dengan antusias, tetapi dr. X antusias menyambut orang penyakitan dan para donatur. Bahkan, suatu kali ketika ikut membantunya dalam suatu kegiatan bakti sosial di suatu panti sosial pemerintah, sang pemimpin panti itu pun tidak setulus dan serendah hati dr. X. Begitulah, dr. X sering membantu panti-panti milik pemerintah yang harusnya ditangani oleh pemerintah, bukan oleh dirinya. Dan pelayanan dr. X bahkan jauh lebih baik daripada aparat pemerintah yang memang digaji untuk merawat kalangan termiskin tersebut.



Bagi beberapa orang, hal ini merupakan suatu keanehan tersendiri. Apalagi di saat menjelang natal yang penuh dengan kemewahan dan kemeriahan, serta tentunya jauh dari bau kotoran manusia. Akan tetapi, kita lupa bahwa perayaan Natal 2ooo tahun yang lalu juga berlatar sama dengan kondisi yang dihadapi dr. X. Di mana Bayi Yesus dilahirkan di kandang binatang yang berbau, bukan dalam gereja atau istana yang megah. Di mana Sang Bayi Kudus bahkan tidak diselimuti dengan selimut bayi yang wangi, tetapi hanya selembar kain lampin yang tetap membuat-Nya kedinginan. Seorang Bayi yang datang bukan untuk menikmati hangatnya dunia, tetapi sudah dikejar-kejar pembunuh saat baru lahir. Seorang Bayi yang datang bukan untuk dilindungi, tetapi untuk mati menebus dosa segenap semesta. Sungguh seorang dr. X telah merayakan Natal yang terbaik. Mungkin beberapa pemuka agama saja tidak merayakan Natal sebaik itu karena masih berbalutkan jas baru di dalam gereja yang megah. Dan tentu saja, seorang dr. X tidak akan bisa tersaingi oleh orang-orang berilmu agama tingkat tinggi atau “mengaku ahli teolog” sehingga kerjanya hanya berdebat tanpa bersumbangsih seperti teladan Sang Mesias. Pertanyaan terakhir, “Di manakah dr. X pada malam natal ini?” Kemungkinan besar ia menghabiskan waktu dalam kebahagiaannya yang sejati, yaitu menjadi malaikat penghibur bagi kalangan termiskin yang tenggelam dalam gemerlap malam natal.

GLORIA…GLORIA…GLORIA

GLORIA IN EXELCIS DEO

AD MAJOREM DEI GLORIAM.



Selasa, 07 September 2010

Hiruk-Pikuk Negeri Zamrud Khatulistiwa

Di negeri zamrud khatulistiwa ini, hampir selalu ada gejolak baru sejak reformasi dikumandangkan. Bagaimana tidak? Setiap hari selalu ada berita sensasional yang menyedot atensi. Tidak jelas apakah ini hanya trik dari kalangan jurnalis untuk mencari profit ataukah untuk mengungkap kondisi bangsa yang memang tidak fit?

Namun, bagi beberapa kalangan yang peka dan berpengalaman, menyadari bahwa sebagian besar “gejolak” tersebut hanya merupakan euforia dalam berdemokrasi. Wajar sekali jika euforia ini terjadi, tetapi apakah sehat jika kita terus terjebak dalam kondisi ini? Euforia adalah suatu kondisi yang dapat membuat kita lupa akan esensi yang sebenarnya. Ini jugalah yang sedang terjadi di negara ini. Lihatlah berita yang hanya mengutamakan unsur sensasionalitas dan kontroversi, tetapi tanpa solusi.

Pada akhirnya, yang muncul hanya debat kusir. Yang menyedihkan, kalangan “terpelajar” pun melakukan debat kusir ini. Masih “wajar” jika yang berdebat itu memiliki kepentingan politis tertentu. Anehnya, bahkan yang “tidak berkepentingan”, pun ikut berdebat. Seakan ikut campur dalam perdebatan kusir, memiliki “kenikmatan” tersendiri. Ini tentu menjadi sasaran empuk bagi pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengadu domba sesama anak bangsa. Karena sesungguhnya berdebat pun ada caranya, bertujuan untuk mencari solusi, bukan menimbulkan permasalahan baru. Berdebat jangan memakai standar ganda dan harus berorientasi pada solusi. Perdebatan jangan menjadi jebakan dalam “euforia” yang meninabobokan kita untuk berdebat berjam-jam sehingga melalaikan tanggung jawab pekerjaan. Lebih parah lagi jika perdebatan itu hanya terjadi dalam dunia maya, ditambah dengan identitas palsu pula, serta dilatarbelakangi mekanisme defensi untuk "melupakan" kegagalan dirinya di dunia nyata.

Namun, perdebatan tentu masih “lebih baik” daripada berkelahi secara fisik seperti “bangsa barbar”. Bahkan, berdebat melalui tulisan seperti di kompasiana ini dapat menjadi awal pendidikan jurnalistik masyarakat.Terkadang, berdebat melalui tulisan membuat kita berpikir dulu sebelum menulis sehingga dapat menyaring unsur-unsur emosional yang terlewat batas. Yang penting harus diingat, bahwa berdebat pun dengan tujuan jelas, bukan karena terjebak dalam euforia belaka.

Ada satu hal lagi yang paling diharapkan, yaitu agar perdebatan menjadi jembatan yang menghubungkan era “barbar” dengan era “berkarya”. Ya! Itulah yang menjadi tujuan kita di kutub yang lain, yaitu berkarya nyata. Bukan berkelahi, bukan berdebat tanpa solusi, tetapi berkarya nyata untuk bangsa tanpa banyak bicara.

Lihatlah negara lain yang lebih banyak berkarya, bahkan sebisa mungkin menutup rapat mulut mereka supaya kekuatannya tidak diketahui bangsa lain. Untuk masalah ini, kembali lagi bangsa kita sering terjebak dalam euforia berpolitik dan berbicara tentang hal-hal besar sebagai solusi untuk berkarya bagi bangsa. Kita berencana untuk melakukan hal-hal besar, padahal masalah sederhana saja belum dapat kita selesaikan.

Lantas bagaimana menjadi pekerja-pekerja nyata bagi bangsa? Lakukan segala sesuatu dengan berdikari di atas kaki sendiri. Minimal, lakukan pekerjaan kita masing-masing dengan profesional, dengan sedapat mungkin berwiraswasta. Ini akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan keluarga kita karena profesionalitas tentu akan meningkatkan produktivitas. Akhirnya, kumpulan dari keluarga sejahtera, akan membentuk negara yang sejahtera pula. Jangan sampai ikut dalam “dunia persilatan kenegaraan” ketika keluarga sendiri belum sejahtera, dan kita belum bekerja profesional dalam keseharian.

Tidak usah berpikir untuk menjadi “tokoh besar”, yang jika tidak hati-hati malah menjerumuskan kita kepada ketamakan. Pun jika “tega” membebani negara sebagai pekerja dalam birokrasi negara, lakukan itu dengan niat mengabdi. Jika ingin mencari keuntungan materi, silakan berwiraswasta daripada melanggar tujuan mulia seorang abdi negara. Karena dalam berwiraswasta, tidak akan ada yang menyalahkan jika berorientasi profit, asalkan dijalankan tanpa melanggar hukum tentunya.

Jika ingin bekerja sosial, lakukanlah sendiri tanpa banyak protes dan saling menyalahkan. Begitu banyak orang-orang di sekitar kita yang sukses dalam berwiraswasta, memiliki keluarga yang bahagia, serta dapat bekerja sosial di atas kaki sendiri, tanpa banyak protes. Apalagi yang diharapkan dalam hidup, selain hal-hal tersebut? Biarlah pemerintahan berjalan tenang dengan dukungan doa dan usaha dari segenap rakyat. Jika memiliki aspirasi, sertakan juga solusi dan sampaikan dengan bijak.

Kita tentu ingat dengan dua peribahasa dari bangsa kita sendiri: “Tong Kosong Nyaring Bunyinya” dan “Air Beriak Tanda Tak Dalam”. Janganlah kiranya kita termakan oleh kedua peribahasa ini, yang notabene berasal dari kekayaan sastra bangsa kita sendiri.

Akhir kata, selamat Idul Fitri bagi sahabat yang merayakannya, mohon maaf lahir dan batin. Selamat liburan juga untuk semua. Semoga Indonesia semakin jaya. Amin.

Jumat, 06 Agustus 2010

New Age Movement (NAM), Dalang Konflik Antarumat Beragama

Apa Anda selama ini muak dengan pemuka agama, bahkan terhadap agama Anda sendiri? Tak bisa disangkal bahwa beberapa oknum penganut agama membuat kita kecewa dengan iman kepercayaan kita sendiri. Namun, pernahkah kita sadar bahwa yang salah adalah beberapa oknum penganut agama, bukan agama secara keseluruhan ??? Jika Anda tidak menyadari ini, mungkin Anda akan memberontak terhadap iman kepercayaan Anda. Selanjutnya, mungkin Anda berpikir untuk menjadi ateis/agnostik secara terang-terangan atau terselubung. Ateisme yang terselubung? Ya, terselubung karena tidak enak dengan keluarga atau teman Anda yang masih taat pada agama sehingga Anda hanya beragama di KTP.

Akan tetapi, tunggu dulu! Ada ateisme terselubung yang lebih canggih, yaitu jika Anda terjebak dengan pemikiran bahwa semua agama itu sama benarnya. Lho? Mengapa ini disebut ateis? Karena buat apa repot-repot menganut suatu agama jika tidak meyakini agama tersebut yang paling benar. Namun, orang-orang dalam golongan ini menolak disebut ateis padahal dalam hati nurani mereka, semua agama sama konyolnya karena hanya fantasi belaka. Anda bisa berdiskusi dengan mereka dan akan menemukan jawaban ini pada akhirnya, walau pada awalnya mereka seakan masih "menghargai" agama-agama yang ada. Mereka ini suka mengidentifikasi diri mereka sebagai penganut pluralisme. Padahal, yang namanya plural (keberagaman) adalah suatu fakta. Tanpa harus menjadi -isme, plural (keberagaman) tetaplah terjadi dalam dunia ini. Lantas buat apa dijadikan suatu paham ??? Padahal setiap -isme, mewakili kelompok tertentu dengan kepentingan tertentu pula. Nah, jangan sampai Anda terjebak oleh kelompok dengan kepentingan tertentu ini. Bagaimana supaya Anda tidak terjebak? Ya dengan menyadari bahwa yang salah bukan agama Anda, tetapi oknum-oknum penganut agama.

Lantas siapa kelompok yang punya kepentingan tertentu tersebut? Merekalah kelompok New Age Movement (Gerakan Zaman Baru). Gerakan ini muncul di California, Amerika pada tahun 1960-an. Karena berasal dari Amerika, maka disebut juga American Movement. Gerakan ini menjadi titik temu humanisme sekuler, ateisme, dan nihilistik yang melanda dunia Barat akibat kekecewaan terhadap gereja. Karena pesatnya kemajuan Amerika dalam teknologi, akhirnya gerakan ini menyebar ke seluruh dunia dengan sangat cepat. Ya, sama tatkala Anda kecewa dengan agama Anda, maka Anda juga mungkin akan mengalami hal ini. Jadi, di sisi lain agama konvensional juga harus introspeksi. Nah, kekosongan ini dijadikan kesempatan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik.

Siapakah yang punya kepentingan politik tersebut? Mereka adalah sebagian orang Yahudi yang ateis. Lho bukankah Yahudi itu punya agama dan Tuhan? Ya, tapi dari dulu hingga sekarang, sebagian mereka sering memberontak terhadap Tuhannya padahal Tuhan memberi mereka IQ tinggi dan berkat-berkat lain sebagai bangsa terpilih. Memang tidak semua, tapi hanya sebagian. Akan tetapi, walau cuma sebagian, ternyata justru yang sebagian inilah yang memegang kendali Yahudi secara keseluruhan. Wah, ada yang bilang ini juga fitnah. Namun, tidak mungkin ini fitnah karena tertulis dalam kitab Taurat Yahudi sendiri. Tidak masuk akal jika Yahudi menulis aibnya sendiri di kitabnya sendiri, bukan? Mereka adalah bangsa terpilih karena memegang saham-saham terbesar di dunia, bahkan menjadi ras terbanyak yang mendapat hadiah Nobel ilmiah yang canggih.

Mungkin ada lagi yang mengkritik, "Ah, jangan menuduh Yahudi terus, itu kan karena kerja keras mereka, bukan karena mereka bangsa terpilih."
Jawabannya," Untuk diketahui bahwa dari data statistik ternyata bangsa Jepang, Korea, dan Cina bahkan bekerja lebih keras dari Yahudi, tetapi tidak bisa menyamai Yahudi. Apalagi Yahudi itu bahkan lama tidak punya tanah air dan kalaupun sekarang memiliki negara yang disebut Israel, negaranya sangat kecil. Anehnya, walau negaranya kecil, Israel memiliki salah satu kekuatan militer terkuat di dunia."

Mungkin kita juga tidak bisa serta-merta lebih suci dari Yahudi karena kita juga mungkin akan terjerumus jika diberi berkat sehebat itu. Namun, kita sedang berdiskusi masalah yang esensi, bukan hanya berdasarkan rasa simpati. Kembali lagi ke diskusi bahwa tujuan akhir dari gerakan ini adalah menyatukan dunia di bawah satu pemerintahan dan satu agama di bawah kekuasaan pihak-pihak yang telah disebutkan di atas. Luar biasanya, hal ini telah dinubuatkan dalam Taurat, Injil, dan Alquran. Bahwasanya agama baru ini akan menyatukan dunia pada akhir zaman di bawah satu pemerintahan dan satu agama universal. Memang tidak ada yang salah dengan penyatuan dunia, akan tetapi pemerintahan tersebut menunjuk satu pemimpin yang akan menguasai dunia. Awalnya pemerintahan ini berjalan baik dan damai. Akan tetapi, lama-lama ternyata ia ini menjadi serakah. Ya! Siapa yang tahan dengan godaan menjadi pemimpin seluruh dunia?. Akan tetapi, dalam ketiga kitab itu dinubuatkan juga bahwa pada akhirnya Isa Almasih yang akan mengalahkannya dan menghakimi dunia.

Gejala-gejala penyatuan dunia tersebut sudah mulai terlihat, antara lain:
- Munculnya Gerakan New Age (Gerakan Zaman Baru)
- Munculnya penyatuan mata uang, diawali oleh mata uang euro dan sekarang Asia Tenggara juga sudah mulai mengajukan wacana penyatuan mata uang
- Kemajuan teknologi yang menyatukan dunia (dinubuatkan dalam kitab Wahyu bahwa nanti Sang Pemimpin Dunia akan bisa mendeteksi setiap orang di manapun kita berada dan memaksa kita menyembahnya sebagai Tuhan)
- dll.

Sekarang kembali lagi ke New Age Movement, apa saja ciri-cirinya?
NAM tidak melembaga, tidak memiliki Kitab Suci / pengakuan percaya yang baku sehingga menyulitkan identifikasi secara gamblang. Namun, ciri-ciri NAM secara umum:
1. Berpedoman pada astrologi, yakni zaman Aquarius yang merupakan salah satu nama bintang dalam zodiak. NAM yakin bahwa Golden Age-zaman emas akan segera datang. Zaman itu dicirikan dengan dinamis, kreatif, ceria dan penuh karunia (Humanisme).
2. Berkeyakinan bahwa yang berperan dalam hidup manusia bukanlah suatu Allah, tetapi energi ilahi yang hadir di dalam segala sesuatu (Humanisme).
3. Berkeyakinan masyarakat bentrok melawan penguasa, imam, guru dan ilah tetapi hasilnya harmoni sebab setiap orang akan mencapai tataran spiritual yang sama. Hal semacam ini tercermin melalui metode Yoga atau tantra (Okultisme).
4. Berkaitan dengan keluarga, NAM meyakini hubungan suami isteri dibebaskan dari hawa nafsu semata-mata dan akan dilestarikan dengan cinta kasih (Humanisme).
5. Mengusung isu demokrasi, liberalisme, persamaan HAM, emansipasi wanita, pluralisme, pengobatan alternatif, pseudosains (terutama menyangkut teori2 evolusi, fisika kuantum dan ilmu kedokteran syaraf yang mendukung paham mereka tentang kekuatan pikiran yang menyatukan semesta. Padahal mereka sendiri percaya dengan mistik tapi seakan lebih ilmiah daripada penganut agama)
6. Monisme, keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada, merupakan derivasi (penjabaran) dari sumber tunggal devine energy. Pada tingkat tertentu dapat digabungkan menjadi kesatuan dari semuanya.
7. Pantheisme, yakni gagasan God is all and all is god, Allah adalah segala sesuatu dan segala sesuatu adalah allah. God within ourself–Allah dalam diri kita.
8. Reinkarnasi, keyakinan bahwa jiwa manusia kembali pada eksistensi jasmaniah berulangkali, hingga mencapai keadaaan terbaik dan tertinggi dari Great Oneness—keesaan agung alam semesta
9. Pencerahan, kepercayaan bahwa kita memiliki pengetahuan rahasia yang terkandung di alam bawah sadar kita. Sebagaimana disebutkan oleh Carl Jung, bawah sadar kolektif umat manusia memungkinkannya dapat memanipulasi energi dan zat [roh] dengan pikirannya, dan melaluinya dapat memperoleh kekayaan dan kesehatan. Untuk melakukan ini, mereka melakukan meditasi (meditasi versi mereka sendiri dengan iringan musik khas new age yang berirama tenang)
10. Spiritisme, keyakinan bahwa ada roh-roh yang dapat dihubungi oleh orang-orang mati sehingga dapat memberi wawasan kepada seseorang mengenai etika dan makna kehidupan di bumi.
12. Sinkretisme, mencampuradukkan ajaran agama. Seakan mereka mengambil ajaran Buddha dan Hindu padahal juga mengambil ajaran Islam dan Kristen, serta agama-agama lain.

Tokoh-tokoh New Age Movement yang sangat dominan antara lain:
1. Judith Skutch.
Dia menulis "A Course in Miracles" pada tahun 1975, berprofesi sebagai pengacara New Age Movement di New York City.
2. David Spangler.
Dia mengusulkan reorganisasi dalam dunia politik dan bisnis berdasarkan prinsip-prinsip ketat NAM. Sehubungan dengan organisasi, dia berpendapat bahwa dalam segala aktivitasnya, NAM harus ditata ulang.
3. Marilyn Ferguson.
Menulis "The Aquarian Conspiracy" pada tahun 1980. Marilyn juga dikenal sebagai editor beberapa majalah New Age Movement.
4. Shirley Maclaine.
Adalah bintang film dan TV Hollywood. Ia menggambarkan perjalanan spiritualnya dengan sangat menarik sehingga di filmkan pada tahun 1985 dengan judul Dancing in the Light, setelah sebelumnya film perdananya diluncurkan tahun 1983. Karena itu waspadalah terhadap film-film Hollywood, terutama yang beraliran science-fiction.
5. Ram Daas.
Keturunan Yahudi yang terlahir dengan nama Richard Albert. Dalam perjalanannya, sang tokoh pernah belajar ke India dan kembali dengan nama baru Ram Daas. Ia mengklaim dirinya sebagai guru New Age Movement.

Lantas apa bahaya dari gerakan ini? Gerakan ini berbahaya bagi internal maupun eksternal umat beragama. Secara internal, mereka menyusup ke tiap agama untuk merusak akidah agama tersebut dan menghasut internal umat untuk ribut di kalangan sendiri. Misalkan saja mereka menyusup ke masjid, mereka akan mulai mengajak umat lain tidak sholat, tidak berpuasa, tetapi malah meditasi. Anehnya, mereka mengaku mengadopsi meditasi Buddha dan Hindu padahal ternyata berbeda. Inilah sinkretisme yang mereka lakukan. Mereka juga mengklaim sebagai gerakan liberal dalam Islam. Jika menyusup ke gereja, mereka juga mulai memberikan ide bahwa injil itu palsu, tidak usah ke gereja, tetapi malah meditasi. Aneh sekali pelarangan datang ke tempat ibadah tersebut karena mereka sendiri punya tempat pertemuan. Ya! Itulah mereka, suka memakai standar ganda. Bahkan di satu sisi, mereka melarang tiap agama mengklaim kebenaran agama masing-masing, tetapi mereka sendiri "memaksa" orang lain menerima ide mereka. Bagaimana jika menyusup ke Buddha? Kita tentu masih ingat peristiwa Buddha Bar. Ya! Itu juga hasil dari kelakuan mereka. Cari saja di toko-toko CD musik dan dapatkan album Karunesh (musisi New Age) yang berjudul Buddha Bar! Ternyata merekalah yang mengusung istilah Buddha Bar. Mengapa mereka melakukannya? Karena mereka menyusup di tiap agama sebagai versi liberal dari agama tersebut! Ini tentu akan menimbulkan konflik internal agama tersebut karena ada umat yang mengikuti mereka, ada juga yang menolak mereka.

Apa pula bahaya gerakan ini secara eksternal umat? Kita misalkan saja konflik antara umat Islam dan Kristen karena kedua agama ini lebih sering bentrok dan menjadi korban penghasutan dari New Age Movement. NAM menyusup ke dalam umat Kristen dan menjadikan Kristen kental dengan liberalisme, padahal Yesus Kristus yang menjadi panutan umat Kristen, tidak seliberal itu. Ini tentu menimbulkan ketidaknyamanan umat muslim karena Islam juga tidak mengajar liberalisme. Jelas ini akan menimbulkan konflik antarumat kedua agama tersebut. Biasanya sarjana-sarjana yang mendapat beasiswa ke Amerika, rentan diajari paham New Age selama kuliah di Negeri Paman Sam dan balik ke negara asalnya dengan membawa paham tersebut. Dan seperti masalah Buddha Bar, bisa jadi umat Buddha mengira umat Islam dan Kristen yang melakukannya, padahal kalangan New Age yang telah menyusup ke dalam umat Buddha sendiri. Umat Hindu juga terkena getahnya karena para penganut New Age ini seakan paling dominan memakai ajaran-ajaran Hindu, padahal ajaran agama lain juga diadopsi oleh mereka. Ini tentu dapat menimbulkan kesalahpahaman umat lain terhadap umat Hindu.

Apakah ini berpengaruh pada persatuan bangsa? Jelas iya! Dan mereka juga sudah ada di Indonesia. Justru mereka memperkeruh perpecahan yang terjadi di saat mereka sendiri seakan mengusung isu perdamaian. Mereka juga mengusung isu nasionalisme, padahal NKRI terbentuk di saat tabligh akbar Bung Tomo menggema di Kota Surabaya, juga di saat Wolter Monginsidi berjuang sampai akhir berdasarkan injil yang selalu jadi pedomannya. Perjuangan juga terjadi di saat Ngurah Rai berjuang di Bali dengan semangat kehinduannya. Jadi omong kosong nasionalisme yang diusung kalangan New Age karena gerakan New Age dengan isu pluralismenya justru baru muncul di tahun 1960-an dan merebak di tahun 1980-an. Itu jauh sesudah Indonesia merdeka. Lantas sekarang mereka dengan hebatnya seakan lebih nasionalis daripada umat beragama yang masih memegang teguh akidah agamanya masing-masing.

Bagaimana sikap pemuka-pemuka agama? MUI jelas mengharamkan pluralisme. Pdt. Steven Indra Lumintang menerbitkan buku yang menganggap pluralisme sebagai racun halus bagi nadi kekristenan. Bahkan, Paus Yohanes Paulus II dan Romo Frans Magnis Suseno yang sering dianggap pendukung pluralisme malah juga ikut menentang. Paulus Yohanes Paulus II mengeluarkan "Dominus Jesus" dan menurut Romo Frans Magnis merupakan tindakan yang tepat. Media Hindu juga pernah menerbitkan artikel berjudul "Semua Agama Tidak Sama". Dan terakhir dalam wawancara oleh Desi Anwar, ternyata Dalai Lama (pemimpin Buddha Tibet) juga tidak menganggap semua agama sama.

Jelas bahwa New Age Movement sangat berbahaya bagi kehidupan umat beragama karena mereka berekspansi dalam menyebarkan konflik internal maupun eksternal umat beragama untuk mewujudkan kepentingan politik. Sesungguhnya suatu gerakan tidak bermasalah jika tidak mengganggu pihak lain, tetapi tidak demikian dengan New Age Movement yang jelas telah "mengganggu". Di sisi lain, umat beragama juga harus introspeksi diri, terutama para pemuka agama yang telah membuat umat menjadi kecewa sehingga mudah terjebak dalam gerakan New Age ini.

Selasa, 13 Juli 2010

IQ test ????

IQ Test
Free-IQTest.net - IQ Test

NGEMENG-NGEMENG

A: "Koq udah jarang debat Alkitab?"

B: "Kurang berguna karena orang didebat malah akan tambah menentang. Kalau berniat baik memperkenalkan injil lebih baik melalui tindakan nyata saja."

A: "Kan perlu ada yang menyampaikan?"

B: "Iya, tapi percuma juga koar-koar biar bener sekalipun. Karena jika memang Tuhan mengizinkan, ada yang malah datang ke gereja dengan motivasi sendiri, atau bertanya tentang injil secara sukarela. Nah, yang bertanya inipun ada yang beneran pengen nanya, ada juga yang pengen ngetes. Kalo yang cuma pengen ngetes mah percuma juga didebat karena tujuannya memang ingin menjatuhkan. Toh kalo ternyata akhirnya dia yang kalah juga biasanya tetap keras hati. Sekarang juga sudah kemajuan teknologi, terbuka kesempatan untuk bisa cari informasi sendiri.

A: "Gimana kalo seimbang antara tindakan dan penginjilan?"

B: "Itu lebih bagus, tapi kalo tindakan belum bener gak usah sok menginjili kan? Iman tanpa perbuatan adalah mati."

A: "Tapi kan orang dibenarkan hanya karena iman?"

B: "Betul, tapi logikanya orang beriman pasti berbuat baik juga, walau belum tentu sebaliknya. Kecuali kalau orang tersebut sudah dekat ajal dan belum sempat berbuat baik, nah itu bisa dimengerti. Tapi kalau masih diberi umur dan kesehatan dan gak berbuat apa-apa, imannya diberi tanda tanya besar. Ini sudah dicontohkan Yesus sendiri dengan berbuat banyak juga."

A: "Kalo orang yang alirannya sesat, juga gak perlu didebat?"

B: "Boro-boro mendebat saudara seiman sendiri, kita tuh sebagai minoritas di negara ini sedang ditekan pihak lain. Harusnya nyadar, ini malah sibuk berantem di kalangan sendiri. Kalau mau menegur ya dengan kasih, kalau sudah berdebat dengan kasar, namanya bukan menegur tapi menjatuhkan. Malu dengan institusi seperti Buddha Tzu Chi yang sekarang malah terlihat lebih menonjol kegiatan kemanusiaannya dibandingkan institusi Kristen."

A: "Wah, jangan salah. Kita juga sudah banyak berbuat."

B: "Iya, tapi ada yang dengan embel-embel penginjilan sehingga membantunya terkesan tidak tulus dan malah dicurigai. Padahal Yesus membantu orang ya membantu saja, perihal menginjili ya jika orang-orang tersebut sudah tertarik mengikuti-Nya. Udah ya, kapan-kapan ngemeng-ngemeng lagi hehehehe."

A: "Cepet bener. Emang mau ke mana?"

B: "Ikut baksos."

A: "Baksos gereja mana?"

B: "Rumah Sakit Tzu Chi !"

A: !@$%^&*

Sabtu, 10 Juli 2010

Dilema Seorang Homoseks

Berikut adalah potongan dialog dari suatu peristiwa nyata yang mungkin tidak persis sama dengan aslinya, tetapi setidaknya inti dialognya adalah sama.

A: "Selamat siang , Dok. Bisa diganggu sebentar?"

B: "Oh, Mas! Apa kabar? Lama nggak kontak nih hehehehe. Tidak mengganggulah. Ayo ngobrol-ngobrol sini. Wah, tambah gagah saja hehehehe.

A: "Kabar baik. Iya, saya memang lagi sibuk dengan kerjaan."

B: "Wah, makin diberkati ya? hehehehehe. Tapi sepertinya Anda agak kuatir. Ada yang bisa saya bantu?"

Beberapa saat setelah berdiskusi berbagai hal:

A: "Begini, sebenarnya saya nggak enak menceritakan hal ini. Tapi saya sudah percaya dengan Anda. Ada hal yang sangat pribadi yang ingin saya tanyakan dari dulu tapi nggak berani-berani."

B: "Tanya aja, Mas. Koq kayaknya masih menganggap saya orang lain saja hehehehe. Tanya saja, saya akan berusaha sebisanya."

A: "Tapi tolong jangan kasih tau siapa-siapa ya."

B: "Tentu saja, Mas. Saya terikat dengan sumpah profesi untuk menjaga kerahasiaan pasien. Namun, jika belum percaya sama saya juga jangan dipaksakan."

A: "Saya ini seorang homoseksual."

B: "Iya, lalu?"

A: "Anda tidak terkejut?"

B: "Tidak, memangnya kenapa Mas?"

A: "Biasa orang pasti kaget dan menjauh setelah saya beritahu."

B: "Hahahahaha, homoseks juga manusia toh Mas? Nggak ada yang perlu diherankan. Orang yang lebih jahat dari seorang homoseks malah lebih banyak. Lanjutkan, Mas."

A: "Syukurlah. Saya hanya bingung apakah diri saya ini normal atau tidak. Namun, dari penelitian terbaru katanya hewan juga ada yang homoseks sehingga ada yang mengganggap homoseks itu normal."

B: "Ehmmm, gini Mas. Terimalah diri Anda sebagai manusia yang homoseks, jangan dibandingkan dengan hewan homoseks. Kadang peneliti juga ada yang nyeleneh, apalagi jika dirinya berkepentingan dengan hasil penelitian tersebut. Atau bisa jadi dia peneliti netral, tapi hasil penelitiannya disalahtafsirkan pihak-pihak tertentu. Karena jika ingin meniru hewan seutuhnya, maka kita juga harus meniru hewan seutuhnya antara lain nggak pakai baju, saling membunuh, dll. Jadi jangan hanya homoseksnya aja yang diambil contoh. Logis nggak perkataan saya ini?

A: "Logis sih. Lalu apa yang harus saya lakukan? Dari gereja juga mengganggap saya ini pendosa. Padahal Tuhan itu Mahapengampun?"

B: "Benar kata Anda itu. Tanyakan saja kepada pendeta Anda apakah ada ayat yang menghakimi homoseks. Jangankan homoseks, penjahat kelas kakap saja diampuni di Alkitab. Yang ada hanyalah hukuman terhadap homoseks yang mengumbar hawa nafsu seperti di Sodom dan Gomora."

A: "Nah, tentang itu juga diutarakan teman-teman yang lain. Jadi homoseks itu tidak masalah kan?"

B: " Tergantung, Mas. Jika dari segi agama dan moral masyarakat tentu tidak benar jika Anda mengumbar hawa nafsu. Jika dari segi medis juga sama, karena jika Anda berhubungan bebas tentu akan menyebarkan penyakit seperti HIV. Masalah ini tentu juga berlaku untuk heteroseks, yaitu jangan mengumbar hawa nafsu. Dari segi medis mungkin ada tambahan lain, yaitu harus disingkirkan dulu faktor-faktor trauma psikis dan yang lainnya. Karena bisa jadi Anda itu heteroseks tapi karena ada trauma sehingga menjadi homoseks. Kalau sudah berusaha tapi hasilnya tetap sama ya apa boleh buat, terimalah diri Anda. Tentu dengan syarat tidak mengumbar hawa nafsu tadi, karena akan merugikan Anda dan orang lain. Anda juga harus ingat bahwa masih banyak orang lain yang mengalami cobaan yang lebih berat. Jadi kuatkanlah diri Anda dan lakukan hal yang positif. Pendeta dan dokter juga ada yang homoseks tapi mereka bisa tetap bersikap positif. Memang institusi agama dan masyarakat juga harus berubah. Karena yang paling disayangkan adalah jika ditolak mentah-mentah, orang-orang homoseks akan depresi dan akhirnya terjerumus juga.

A: "Gitu ya, lalu bagaimana dengan perkawinan sesama jenis? Mengadopsi anak?"

B: "Wah, saya masih tidak setuju Mas. Orang normal saja ada yang tidak menikah untuk kepentingan mulia, jadi seorang homoseks juga harus bisa. Lagipula kasihan dengan anak yang diadopsi yang mungkin akan kurang baik perkembangan jiwanya. Karena seorang anak hendaknya diasuh orang tua heteroseks yang baik. Saya katakan yang baik karena banyak juga orang tua heteroseks yang tidak baik. Anak-anak suka meniru, jadi besar kemungkinan mereka juga akan meniru orang tuanya yang homoseksual. Anda juga tidak ingin mereka menjadi homoseks bukan? Dari segi anatomis medis juga memang abnormal jika melakukan hubungan sesama kelamin.

A: "Baiklah, terima kasih atas pendapatnya. Saya hanya ingin menanyakan hal itu saja. Saya merasa sudah ada jalan tengahnya sekarang."

B: "Saya yakin Anda akan melakukan yang terbaik."

A: "Tentu, saya akan berusaha. Terima kasih atas pendapat berharganya."

B: "Ya, jika sudah dianggap cukup membahas hal ini, kita lanjut ngobrol tentang hal lain hehehehehe."

A: "Iya, tentu saja hahahahahaha."

Perbincangan pun beralih ke topik yang lain :)